test banner

Breaking News

Islam Teradu Domba

M. Rikza Chamami
Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang & Dosen UIN Walisongo

Miris rasanya setiap kali mendengar berita radio, internet dan televisi. Lebih miris lagi ketika membaca kalimat demi kalimat "kebencian" yang bertebaran  dalam menjelekkam umat Islam seiman. Sudah tidak nampak lagi, mana amar ma'ruf dan mana nahi mungkar.

Keprihatinan ini semakin memuncak seiring dengan adanya saling cemooh, saling ancam bahkan saling menghalalkan darah untuk dibunuh. Sungguh keramahan Islam Indonesia terasa akan hilang dimakan objek sesaat, yakni Pilkada.

Gemuruh dukung mendukung yang lantang itu sangat wajar. Sebab masing-masing pendukung memiliki simpati dan harapan bahwa pilihannya menang. Namun, jika sudah memfitnah, menjatuhkan atau bahkan mengorbankan nyawa demi "pilihan", terlihat lahir fanatisme.

Jika fanatisme yang dibangun atas dasar ideologi syari'at bernafas Pancasila masih dapat dimaklumi. Namun jika fanatisme yang lahir adalah nafsu semata, maka yang terjadi seperti ini, Islam tersandera oleh nafsu. Hasilnya apa? Umat Islam terbelah dengan ego dan lupa bahwa mereka bertanding atas nama agama dan menjelekkan saudaranya sendiri.

Yang seperti demikian bukan hal baru dalam geger gember dunia hajatan politik. Sebab setiap peristiwa hajatan politik selalu melahirkan friksi dan keberpihakan. Sangat wajar sekali dan tidak ada hal yang aneh.

Satu hal yang perlu kembali diluruskan adalah makna ukhuwah, persaudaraan dan ikatan hati. Sekian lamanya bangsa ini mendidik warganya untuk menjadi manusia yang berbudi luhur dengan semangat rukun damai, hilang seketika karena keberpihakan.

Semoga saya salah mendengar dan melihat. Itulah yang saya harapkan. Sebab dahulu media sosial belum semassif sekarang. Tahun 2016 memang sudah membuktikan bahwa media sosial sangat berfungsi sebagai media tercepat dalam sosialisasi apapun.

Sehingga detik ini kita kirimkan informasi, maka dunia akan membacanya. Yang menjadi soal adalah ketika informasi yang dikirim adalah kebencian, caci maki, humor SARA, fitnah dan kebohongan, maka sama halnya diri kita menjadi bagi propaganda negatif dan agen fitnah.

Butuh kesadaran sosial dalam menghadapi suasana yang demikian. Bahwa umat Islam sedang diadu domba agar tidak rukun dan terpecah belah. Artinya Islam teradu domba. Padahal itu tidak tepat dalam visi agama Islam yang sangat santun dan penuh kedamaian.

Ketika Islam diadu domba, maka yang rugi Islam. Jika Islam teradu domba, maka yang untung adalah bukan Islam. Sangat disayangkan, betapa mudahnya emosi umat Islam disulut hanya persoalan remeh temeh.

Indonesia butuh kedamaian. Bangsa kita butuh senyuman. Negeri kita sangat rindu persatuan dan kesatuan. Maka tidak perlu bangsa yang sudah mapan ini menjadi bagian dari penyebar perpecahan.

Islam Indonesia adalah Islam dengan senyuman dan bergandengan. Melatih untuk memahami perbedaan adalah tugas berat yang sedang kita emban bersama. Tugas mengawal nasionalisme belum tuntas. Tugas mempersatukan umat justeru sedang terganggu.

Disinilah komitmen keagamaan dan komitmen kebangsaan sedang tahap ujian nasional. Jika kita lolos dalam etape ini, maka bangsa Indonesia semakin besar. Namun jika ini gagal, maka masa depan kekhasan Islam Indonesia terancam.

Dimana ruang kosong yang bisa diisi? Ruang ilmu dan spiritual. Ilmu akan mengantarkan kedewasaan dan kedamaian. Spiritual akan mendidik kesahajaan dan kebersamaan. Sehingga dua ruang kosong yang sempat hilang ini perlu dihadirkan kembali agar umat Islam sadar untuk tidak teradu domba.*)

Tidak ada komentar