test banner

Breaking News

Dialog Buntu, MTA Menggelar Pengajian

Dialog Ansor dan MTA tidak menghasilkan kesepakatan (harsem/sukmawijaya)


Demak-Dialog antara Gerakan Pemuda (GP) Ansor dengan Majjelis Tafsir Alqur’an (MTA), menemui jalan buntu. Jamaah MTA Desa Kedondong Kecamatan Demak bersikukuh tetap menggelar kegiatan pengajian di lingkungan desa itu.

Dialog menyoal idiologi ajaran MTA yang bertentangan dengan ahlul sunnah wal jamaah (Aswaja), yang dilakukan GP Ansor deadlock. Perwakilan jamaah MTA bersikukuh  akan menggelar kegiatan pengajian di desanya, menghadirkan warga dari luar kota kendati warga setempat kurang berkenan.

Dari tiga opsi yang ditawarkan kepada jamaah MTA, yaitu menggelar pengajian hanya diikuti keluarga dan jamaah, tidak menggunakan soundsystem, serta tidak mendatangkan ustat dari luar kota. Disetujui oleh jamaah MTA, hanya peserta kegiatan pengajian ditolak, MTA bersikukuh tetap mendatangkan jamaah dari luar kota untuk acara pengajian di Desa Kedondong.

Dialog yang digelar di kantor Kesbangpolinmas dipimpin oleh Kepala Kesbangpolinmas H Taufik Rifai, dihadiri Waka Polres Kompol Teddy Rayendra, Kasdim 0716 Demak Mayor Inf Moh Darojat, Abdun Nafik dari Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) Demak, Kasi Intel Kajari Demak Agung Prabowo, Ketua MUI Demak KH Asyiq, Staf Kemenag Jati, Ketua PC GP Ansor Demak H Abdurahman Kasdi, serta Komandan Satkorcab Banser Kabupaten Demak Mustain.

Sementara dari jamaah MTA hadir Ketua I MTA Demak Wagiman, Ketua II MTA Demak Supardi, Sekretaris I Suko Prayugo, Sekretaris II Muhammad Fadlan, Bendahara Supriyanto, anggota Sutrisno, dan Joko perwakilan MTA dari Solo.

Dalam fatwanya, Ketua MUI Demak KH Asyiq mengatakan toleransi beragama yang dihormati hanya pada serimonial kegiatan saja. “Bila sudah menyangkut pada ajaran atau ritual agama, hingga menjatuhkan ajaran lain, hal ini tidak diperkenankan,” jelasnya.

Sekarang banyak ajaran bertujuan sesat, selama belum kuat hanya ikut-ikutan saja, bila sudah kuat dan besar kelompok ini akan memproklamirkan diri.
     
Sedangkan dari Kemenag Demak, Jati mengaku ingin tahu secara jelas ajaran MTA di Demak dan kegiatannya. Sebab banyak warga memandang miring MTA yang menghalalkan anjing. MTA terlalu formal seakan-akan ada sesuatu yang ditutupi.

Ketua I MTA Demak Wagiman  menjelaskan, MTA lahir sejak tahun 1972 diresmikan pada tahun 1974, dirinya masuk ke MTA mulai tahun 1975. “MTA melakukan kegiatan dakwah, pendidikan, pengobatan, sosial, seperti bantuan untuk korban tsunami Aceh, gempa Yogyakarta,  konflik di Ambon,” katanya.

Kegiatan yang digelar seperti pengajian minggu pagi bersifat umum, yang dilaksanakan di perwakilan MTA. Dalam kegiatan ada diskusi untuk kejelasan materi pengajian itu. Pengajian biasa mendatangkan ustad dari Jepara dan Semarang.
  
 “Bahkan perayaan Idul Adha di Solo besok, kami akan mendatangkan imam dan khotib dari ulama NU, bila MTA illegal tentunya sudah dibubarkan karena di larang,” lanjut Joko dari MTA Solo.
Dalam dialog, seluruh jamaah MTA tidak bisa menjawab pertanyaan dari Ketua PC GP Ansor Abdurahman Kasdi yang mensoal masalah haram, tahlilan dikatakan oleh MTA haram, MTA tidak mengakui takdir (safaat).

“Tidak ada tafsir baku dari MTA, tafsir hanya dari gurunya masing-masing,” tegas Abdurahman. MTA tidak berani menjawab beberapa pertanyaan tersebut, seperti ada sesuatu yang disembunyikan.

Akhir dialog tersebut menemui jalan buntu, MTA tetap bersikukuh menggelar kegiatan pengajian, sementara Banser tak bisa menjamin kondusifitas MTA di Demak. (swi/hst)

Tidak ada komentar