Tujuh Desa di Sayung Terancam Tenggelam Sedimentasi Sungai Dombo Makin Parah
MERAPATKAN BARISAN : Wakil Ketua DPRD Demak Maskuri bersama Kabid Pengairan DPUPPE Sutiyono, dan muspika kemarin. (WAHIB PRIBADI) |
DEMAK-Tujuh desa di wilayah Kecamatan Sayung terancam tenggelam. Yaitu, Desa Prampelan, Karangasem, Kalisari, Sayung, Dombo, Pilangsari dan Tambakroto. Ini terjadi akibat sedimentasi di alur Sungai Dombo Sayung yang semakin parah.
Selain itu, permukaan sungai juga semakin menyempit serta banyak ditanami pohon pisang serta kangkung oleh warga. Akibatnya, air sungai kerap meluap ke permukiman warga dan persawahan.
Banjir yang terjadi setiap hujan deras tersebut kemarin memaksa tujuh desa merapatkan barisan. Rapat koordinasi yang berlangsung di Balai Desa Sayung ini khusus membahas banjir yang kerap melanda beberapa desa di wilayah Sayung bagian selatan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini.
Selain menghadirkan perangkat desa dan tokoh masyarakat desa-desa terkait, rakor dihadiri langsung Wakil Ketua DPRD Demak Maskuri, Kabid Pengairan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Pertambangan dan Energi (DPUPPE), Sutiyono, Camat Sayung Indriarto Widodo, Danramil Sayung Kapten Inf Suparjan dan Wakapolsek Sayung Ipda Wigunadi.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Demak, Maskuri menegaskan, jika normalisasi Sungai Dombo tidak segera dilakukan, maka ke depan desa-desa sekitar sungai akan tenggelam. Sebab, sudah 4 tahun ini banjir selalu melanda desa-desa tersebut.
“Karena itu, harus secepatnya ditangani. Harus ada penanganan secara komprehensif dari hulu hingga hilir. Cari sebabnya dan segera diatasi sesuai dengan perencanaan yang matang,” ungkap Maskuri yang juga Ketua DPC Partai Gerindra ini.
Sebagai wakil rakyat yang mewakili daerah pemilihannya (dapil) itu, Maskuri bersedia menghibahkan dana aspirasi senilai Rp 1 miliar untuk normalisasi Sungai Dombo. Dana itu bisa digunakan untuk normalisasi sungai antara Desa Prampelan hingga Desa Tambakroto. Dengan adanya normalisasi ini, diharapkan desa-desa lain yang terkait juga akan terbebas dari banjir. “Ini untuk menangani jangka pendek banjir ini,” katanya.
Selain itu, pihaknya berharap, desa terkait kembali mengecek pintu air yang sudah banyak tidak berfungsi. Banjir baru akan ditangani, setelah bangunan jalan beton kampung kelar. “Kami akan mengajak teman-teman DPRD baik dari Sayung maupun Mranggen untuk bersama-sama fokus membantu penanganan banjir ini,” jelas Maskuri.
Dia menambahkan, Pemkab Demak hanya mengusulkan dana dari Bantuan Gubernur (Bangub) senilai Rp 44 miliar. Padahal, biasanya bangub tersebut bisa mencapai hingga Rp 180 miliar.
Camat Sayung, Idriarto Widodo mengatakan bahwa penyebab banjir selain sedimentasi yang tinggi juga akibat banyaknya pintu air yang sudah tidak berfungsi karena rusak. Dampaknya, air tidak bisa dibuang cepat. “Kami sudah menginventarisasi banyak pintu air yang tidak fungsi,” katanya.
Senada disampaikan Kabid Pengairan DPUPPE, Sutiyono. Menurutnya, penanganan banjir harus menyeluruh. Kendala utama selain soal dana adalah Sungai Dombo Sayung termasuk wilayah kewenangan pemerintah pusat, yaitu Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana. Meski begitu, ia akan berupaya mengkoordinasikan dengan pemerintah pusat. “Kami tidak bisa lepas dari tanggung jawab,” katanya.
Menurutnya, Sungai Dombo Sayung kapasitasnya sudah tidak memenuhi akibat sedimentasi. Volume air kapasitasnya terbatas sehingga mudah meluap. Apalagi, banyak tanaman pohon pisang di tepi sungai sehingga menghambat aliran air. “Karena itu, semua harus ikut berjuang menormalkan kembali aliran sungai ini. Dewan harus ikut mem-back-up anggaran agar normalisasi bisa dilakukan,” jelas Sutiyono.
Menurutnya, selain normalisasi juga perlu adanya pelebaran pintu pembuang di Kali Sindon. “Kami lihat banyak pintu air yang dilepas dan ditaruh begitu saja. Mestinya, harus dijaga bersama,” imbuh dia.
Sutiyono mengatakan, konsep penanganan banjir di Sayung tersebut memang harus diselesaikan dengan normalisasi sungai. Selain itu, membangun embung serta melarang warga menanam pohon pisang dan tanaman lainnya di pinggiran sungai. (hib/ida/radarsemarang)
Selain itu, permukaan sungai juga semakin menyempit serta banyak ditanami pohon pisang serta kangkung oleh warga. Akibatnya, air sungai kerap meluap ke permukiman warga dan persawahan.
Banjir yang terjadi setiap hujan deras tersebut kemarin memaksa tujuh desa merapatkan barisan. Rapat koordinasi yang berlangsung di Balai Desa Sayung ini khusus membahas banjir yang kerap melanda beberapa desa di wilayah Sayung bagian selatan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir ini.
Selain menghadirkan perangkat desa dan tokoh masyarakat desa-desa terkait, rakor dihadiri langsung Wakil Ketua DPRD Demak Maskuri, Kabid Pengairan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Pertambangan dan Energi (DPUPPE), Sutiyono, Camat Sayung Indriarto Widodo, Danramil Sayung Kapten Inf Suparjan dan Wakapolsek Sayung Ipda Wigunadi.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Demak, Maskuri menegaskan, jika normalisasi Sungai Dombo tidak segera dilakukan, maka ke depan desa-desa sekitar sungai akan tenggelam. Sebab, sudah 4 tahun ini banjir selalu melanda desa-desa tersebut.
“Karena itu, harus secepatnya ditangani. Harus ada penanganan secara komprehensif dari hulu hingga hilir. Cari sebabnya dan segera diatasi sesuai dengan perencanaan yang matang,” ungkap Maskuri yang juga Ketua DPC Partai Gerindra ini.
Sebagai wakil rakyat yang mewakili daerah pemilihannya (dapil) itu, Maskuri bersedia menghibahkan dana aspirasi senilai Rp 1 miliar untuk normalisasi Sungai Dombo. Dana itu bisa digunakan untuk normalisasi sungai antara Desa Prampelan hingga Desa Tambakroto. Dengan adanya normalisasi ini, diharapkan desa-desa lain yang terkait juga akan terbebas dari banjir. “Ini untuk menangani jangka pendek banjir ini,” katanya.
Selain itu, pihaknya berharap, desa terkait kembali mengecek pintu air yang sudah banyak tidak berfungsi. Banjir baru akan ditangani, setelah bangunan jalan beton kampung kelar. “Kami akan mengajak teman-teman DPRD baik dari Sayung maupun Mranggen untuk bersama-sama fokus membantu penanganan banjir ini,” jelas Maskuri.
Dia menambahkan, Pemkab Demak hanya mengusulkan dana dari Bantuan Gubernur (Bangub) senilai Rp 44 miliar. Padahal, biasanya bangub tersebut bisa mencapai hingga Rp 180 miliar.
Camat Sayung, Idriarto Widodo mengatakan bahwa penyebab banjir selain sedimentasi yang tinggi juga akibat banyaknya pintu air yang sudah tidak berfungsi karena rusak. Dampaknya, air tidak bisa dibuang cepat. “Kami sudah menginventarisasi banyak pintu air yang tidak fungsi,” katanya.
Senada disampaikan Kabid Pengairan DPUPPE, Sutiyono. Menurutnya, penanganan banjir harus menyeluruh. Kendala utama selain soal dana adalah Sungai Dombo Sayung termasuk wilayah kewenangan pemerintah pusat, yaitu Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana. Meski begitu, ia akan berupaya mengkoordinasikan dengan pemerintah pusat. “Kami tidak bisa lepas dari tanggung jawab,” katanya.
Menurutnya, Sungai Dombo Sayung kapasitasnya sudah tidak memenuhi akibat sedimentasi. Volume air kapasitasnya terbatas sehingga mudah meluap. Apalagi, banyak tanaman pohon pisang di tepi sungai sehingga menghambat aliran air. “Karena itu, semua harus ikut berjuang menormalkan kembali aliran sungai ini. Dewan harus ikut mem-back-up anggaran agar normalisasi bisa dilakukan,” jelas Sutiyono.
Menurutnya, selain normalisasi juga perlu adanya pelebaran pintu pembuang di Kali Sindon. “Kami lihat banyak pintu air yang dilepas dan ditaruh begitu saja. Mestinya, harus dijaga bersama,” imbuh dia.
Sutiyono mengatakan, konsep penanganan banjir di Sayung tersebut memang harus diselesaikan dengan normalisasi sungai. Selain itu, membangun embung serta melarang warga menanam pohon pisang dan tanaman lainnya di pinggiran sungai. (hib/ida/radarsemarang)
Semoga kegiatan normalisasi sungai bisa lancar dan masalah sedimentasi segera ditanggulangi
BalasHapusKerja keras dan kerja cerdas untuk menangani masalah air. Semoga segera terlaksana.
BalasHapus